Posted by popcircle

Kado Perpisahan Kami Untuk Risa Saraswati

0

Sudah lama rasanya blog ini tidak ada postingan baru. Mohon maaf bagi para pendengar Popcircle yang sering mengunjungi blog ini. Kesibukan masing-masing dari kami di luar Popcircle lah yang membuat blog ini sedikit terbengkalai.

Selama beberapa bulan ke belakang, kami di tim Popcircle juga cukup sibuk menyiapkan album dari penyiar kalian, Risa Saraswati. Yang pada akhirnya, di akhir bulan Juli kemarin telah dirilis ke pasaran di bawah nama Sarasvati.

Berikut ini adalah tulisan mengenai Sarasvati yang ditulis oleh Edwin Sandi, program director Rase FM yang merupakan penggagas acara Popcircle ini. Kebetulan malam ini adalah malam terakhir dimana Risa Saraswati akan menjadi penyiar Popcircle. Dengan berat hari kami harus melepaskan Risa yang pada hari minggu ini akan berangkat ke New Zealand untuk mengikuti suaminya yang tengah mengambil pendidikan paska sarjana disana. Jadi anggaplah tulisan ini sebagai kado perpisahan kami semua di tim Popcircle kepada Risa.

Selamat jalan Risa Saraswati. Terima kasih atas dua tahun yang menyenangkan ini.



Sarasvati - Dari Balik Batu Pertama

oleh Edwin Sandi

Setelah membaca blog berisi cerita personal tentang pengalaman mistisnya yang ditulis dengan gaya bertutur yang natural, saya memutuskan untuk menawarkan posisi penyiar acara Popcircle pada Risa Saraswati di penghujung 2007. Bukan karena Popcircle adalah acara mistis, melainkan karena personality Risa yang menarik, tersirat dan membuatnya menjadi kandidat yang pas, ditambah dengan fakta bahwa saat itu dia juga adalah vokalis dari Homogenic. Pada perkembangannya acara radio ini kemudian mempertemukan Risa dengan Syauqy Lukman (partner siaran) dan Dimas Ario (produser acara). Siapa yang menyangka kalau tim ini menjadi titik awal dari munculnya proyek musik yang paling hangat dibicarakan saat ini : Sarasvati.

Cerita berlanjut ketika radio tempat Popcircle mengudara, Rase FM Bandung, akan berulang tahun di tahun 2009. Saat itu tim Popcircle akan menampilkan sesuatu yang spesial secara live on-air. H-1 sebelum acara, Risa datang dengan serangkaian lirik yang ditulisnya, juga dengan melodi yang sudah terekam dalam benaknya tentang bagaimana lirik tersebut dinyanyikan. Konsep duet dari lagu yang ditulisnya membuat lagu ini jadi tambah menarik. Dimas Ario saat itu berbekal gitar berusaha mencari rhythm yang pas, sedangkan saya dan Risa mengotak ngatik lirik agar sesuai dengan cerita yang menjadi soul dari lagu itu, dan Syauqy Lukman didaulat untuk menjadi partner duet bersama Risa.

Ternyata lagu yang ditampilkan secara akustik pada malam itu cukup disukai pendengar, sampai akhirnya direkam ulang di ruang produksi Rase FM, khusus untuk diputar lagi di Popcircle. Pada salah satu episode Popcircle, kami kemudian mengajak pendengar untuk memberikan judul bagi lagu tersebut. Usulan-usulan via SMS membanjiri. Mulai dari “Apocalyptic Love Song at The End of The World” sampai “Oh I Never Know How To Show”. Yang terakhir menjadi pemenangnya, dan kini judul lagu itu diperpendek menjadi “Oh I Never Know”.

Dari situ Risa semakin rajin merekam melodi dan notasi yang ada di benaknya. Materi-materi bermuatan pengalaman pribadinya inilah yang akhirnya diseriusi untuk digarap menjadi materi proyek solo-nya. Teman-teman Risa yang mendengar demo “Oh I Never Know” melihat talenta menulis lagu yang dimiliki Risa. Mereka mendukung Risa untuk bergerak merealisasikan proyek itu, Syauqy Lukman akhirnya berperan sebagai manager dan Dimas Ario mengkontribusikan permainan bass-nya. Proyek ini lalu dinamakan Sarasvati, diambil dari nama belakang Risa : Saraswati, yang dalam bahasa sangsekerta berarti dewi pengetahuan, musik, dan seni. Tidak ada nama lain yang lebih pas dan cocok rasanya daripada nama ini.

Kini Sarasvati sudah rampung menyelesaikan proses rekamannya. Tujuh buah lagu dengan tempo medium – slow, bernuansa gelap nan mistis, khas Sarasvati. Mereka yang mengenal Risa secara pribadi akan melihat karakter kuat yang tidak dibuat-buat. Mini album berjudul “Story of Peter” dibuka dengan lagu berjudul sama, “Story of Peter”, langsung menjadi preview dari nuansa lagu-lagu berikutnya. Dengan intro suara suasana malam, lengkap dengan bunyi jangkrik dan burung hantu, siapa yang tidak tercekam? Dilanjutkan dengan suasana theatrical bagaikan soundtrack dari sebuah film ala Harry Potter disutradarai Tim Burton tapi se-catchy lagu pop pada umumnya. Nuansa theatrical ini juga terasa pada lagu Sarasvati lainnya “Fighting Club”.

“Cut and Paste” bagaikan ekspresi aural dari Risa tentang masa saat ia melangkah keluar dari Homogenic. Nuansa musik Homogenic (saat ini) yang kental terasa di setiap bagian verse dari lagu ini, nada ceria berbalut bebunyian elektronik samar-samar optimis, tiba-tiba distorsi gitar datang dan nuansa berganti melankolis dengan iringan piano pada bagian chorus-nya. Tidak bisa dipungkiri Risa adalah salah satu faktor melankolis pemukau kuping dari Homogenic (dulu). Tidak bisa dipungkiri juga kecerdasannya untuk berhasil merekayasa emosi itu menjadi karya yang indah dan ekspresif.

Dua buah lagu covers yang ada pada mini album ini mewakili kekaguman Risa pada karya orang lain. “Question” milik Space Astronauts, band trip-hop asal Bandung diaransemen ulang oleh Tengku Irfansyah sang empunya lagu, khusus untuk Sarasvati. Sedangkan “Perjalanan” milik Franky and Jane, duo folk legendaris Indonesia diaransemen ulang dengan bantuan Unyil dari The Milo. Dua-duanya mengukuhkan preferensi dan referensi Sarasvati.

“Bilur” adalah lagu yang cocok disandingkan dengan “Gloomy Sunday” yang populer itu. Semua elemen pada lagu ini menjadi integrasi sempurna melantunkan kesedihan kejadian nyata. Cerita tentang kematian seorang sinden asal tanah sunda ini menjadi serangkaian lirik monolog imajiner yang akan membuat theatre of mind kita memberikan sinyal pada bulu kuduk untuk berdiri. Ditambah dengan suara kecapi, suling, dan sinden menyanyikan kawih sunda. Musikalitas Sarasvati yang berani pada lagu ini, bukan semata-mata mencoba bereksperimen semata, tapi menunjukan kualitas alami yang dipunyainya selama ini, karena Risa berasal dari keluarga yang juga berkecimpung di dunia seni sunda.

“Oh I Never Know” menjadi lagu yang paling manis di mini album ini. Duet melankolis antara Risa dan Muhammad Tulus menuturkan dialog dua orang yang tidak berhasil mewujudkan perasaannya. Dengan durasi dan nuansa yang sangat radio-friendly, lagu ini menjadi instant favorite bagi semua orang sejak awal kemunculan demo-nya di akhir 2009. Kini balutan orkestrasi semakin mempercantik lagu pertama yang ditulis Risa ini.

Sarasvati mungkin bisa dikatakan sebagai respon Bandung atas kehadiran solois perempuan di scene independen Indonesia beberapa waktu terakhir seperti Tika (Jakarta) atau Frau (Yogyakarta). Namun apakah Sarasvati hanya mengikuti trend dan berjalan menapak tilas jejak mereka? Rasanya tidak. Sarasvati adalah talenta Risa Saraswati yang akhirnya mencapai permukaan, melepaskan bayang-bayang citra terdahulunya dan kembali ke jati diri yang tidak berpura-pura.


Posted by popcircle

Kidung Pujian Dari Frau

0

Dalam bahasa Belanda/Jerman, Frau adalah panggilan untuk seorang wanita. Seperti nona atau ibu dalam bahasa Indonesia. Selain itu Frau sering juga diartikan sebagai panggilan untuk istri.


Posted by popcircle

Video "In the Sun" dari She and Him: Tiga Menit Paling Menggemaskan (sejauh ini) di Tahun 2010

0

Setelah album vol 1 yang meraih sukses di tahun 2008 lalu, kini duo She and Him yang terdiri dari aktris dan istri ben Gibbard, Zooey Deschanel serta bintang folk M. Ward akan kembali merilis album kedua mereka bertajuk (tentunya) Vol 2 pada tanggal 23 Maret 2010.

Posted by popcircle

Streaming Konser The Bird and The Bee di El Rey Theatre

0

Band asal Los Angeles, The Bird and The Bee pada hari Jumat waktu Los Angeles, Amerika Serikat atau hari Sabtu waktu Indonesia akan menggelar konser tunggal di El Rey Theatre yang dapat disimak secara langsung via streaming.

Posted by popcircle

Efterklang Bermain Dalam 4AD Sessions

0

Band asal Copenhagen, Denmark, Efterklang kembali merilis album terbaru pada tanggal 22 Februari 2010 kemarin. Untuk album ketiganya ini, Efterklang bekerjasama dengan label legendaris asal Inggris, 4AD.


Dalam rangka peluncuran album yang diberi tajuk Magic Chairs ini, 4AD mengadakan 4AD sessions, dimana Efterklang tampil secara live pada venue yang mereka pilih sendiri.


Posted by popcircle

Progresi Musikal dari Club 8

0

 

Tiga tahun setelah dirilisnya album The Boy Who Couldn't Stop Dreaming, duo asal Swedia Club 8 kembali merilis album terbaru yang bertajuk The People's Record yang sedianya akan dirilis pada tanggal 18 Mei 2010.

Posted by popcircle

Hidup Dimulai Setelah Umur 40.

0

"Ketika saya masih muda, saya membayangkan usia pertengahan itu semacam zona yang nyaman. Namun kini, pada kenyataan setelah tiba di usia tersebut, saya merasa hidup di zona perang. Lagu-lagu yang saya ciptakan sekarang lebih kepada proses ketika saya menumpahkan semua omong kosong sehingga saya dapat melanjutkan hidup tanpa harus melompat dari jembatan."



Previous Post